Apa
yang terlintas dalam pikir setiap kali mendengar nama Beijing?
Ini merupakan kali pertama bagi kami
menginjakkan kaki di bumi Mao Zedong. Sangat berterima kasih kepada PT. Sunindo
Pratama Jakarta yang telah memberikan kesempatan bagi kami bertiga (Farah Adibah, Abdul Wafi, Amreta Milana)
mahasiswa/i Sastra Cina Universitas Brawijaya (UB)
untuk dapat mengikuti program “2015印尼汉语系大学生北京研习夏令营” atau yang
bisa disebut juga dengan “Summer Camp 2015” dengan beberapa mahasiswa-mahasiswi Sastra Cina
lain dari universitas-universitas ternama di Indonesia seperti UI Jakarta, Al Azhar
Jakarta, USU Medan, dan STBA PIA Medan.
Beijing, Tiongkok. Orang bilang bumi ini
kaya akan sejarah, mulai dari sejarah dinasti hingga sejarah reformasi yang
hingga saat ini masih ramai diperbincangkan oleh masyarakatnya. Pesona Beijing yang
begitu memanjakan mata, bukan hanya keindahan arsitektur bangunan bersejarah,
tetapi juga kehidupan di sekelilingnya. Orang Beijing memiliki adat dan
kebiasaan yang sangat berbeda dengan orang Indonesia, menjadi tak mudah ketika
kita bukanlah orang yang pandai menyesuaikan diri. Pengalaman 10 hari musim
panas kami di Beijing memberikan kami banyak sekali pelajaran dan pengalaman,
tak terhitung berapa jumlah yang kita dapatkan tetapi kesan itu senantiasa
membekas di dalam
benak kami.
12 Agustus 2015 adalah hari dimana
sebuah mimpi yang selama ini hanya terukir dalam rangkaian angan menjadi nyata.
Jika boleh mengutip sebuah karangan apik
asma nadia, maka kami akan beribu kali mengucapkan ”Assalamu’alaikum Beijing”.
Hari pertama, tak henti-hentinya mata kami menyusuri keadaan di Beijing, seakan
tak ingin melewatkan satu momen pun karena setiap sudut Beijing adalah berharga
bagi kami.
Di tempat ini kami belajar, bukan hanya
melalui perkuliahan dengan berbagai topik-topik yang menarik seperti Reformasi
Keterbukaan Tiongkok, Adat Istiadat Penduduk Kota Beijing, Positioning Luar Negeri Tiongkok dengan Negara ASEAN, Peking Opera Talk, Perkembangan Agama
dan Status Quo Agama Islam di Tiongkok, serta Chinese Paint (Shufa),
tetapi juga dengan mengunjungi secara langsung tempat-tempat bersejarah dan
terkenal di Beijing seperti
Beijing Urban Exhibition Hall (sebuah tempat pameran yang berisi replika-replika
bangunan kecil yang menggambarkan rencana pembangunan Beijing yang sudah dan
akan terjadi di masa mendatang ), Prince Gong’s Mansion Tour 恭王府 (sebuah museum yang terdiri dari rumah besar
dengan gaya arsitektur siheyuan dan
taman-taman yang indah), Temple of
Heaven (kuil surga, tempat kaisar Ming dan Qing merayakan ritual dan
pengorbanan untuk memberi penghormatan kepada surga dan memohon untuk
memberikan hasil panen yang baik), Forbidden
City (tempat tinggal kekaisaran pada zaman dinasti Ming dang Qing), Pasar Wangfujing (sebuah destinasi
belanja favorit di Beijing, terdapat bermacam-macam toko seperti, toko pakaian,
pernak-pernik, elektronik, makanan dan minuman, dan lain sebagainya), Universitas Beijing (universitas tertua
dan ternama di Beijing), Great Wall
(Ba Daling) (salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang pada masa dinasti Ming
digunakan sebagai tembok pertahanan dan dibangun pada abad ke-14), Imperial College & Lama Temple (sebuah
tempat yang dahulu dibangun sebagai bentuk penghormatan terhadap Konfusius
& sebuah kuil yang besar ), Summer
Palace (taman kekaisaran yang terkenal dan terbesar di Tiongkok, sebagian
besar didominasi oleh keindahan pemandangan alam Bukit Longevity dan Danau
Kunming), Bird’s Nest Stadion (stadion
termewah dan termegah di Tiongkok, disebut juga stadion sarang burung. Stadion
ini dibuat khusus untuk menyambut Olimpiade Beijing 2008 silam), Water Cube (sebuah bangunan mirip
aquarium yang juga dibuat khusus untuk menyambut Olimpiade Beijing 2008,
disebut juga The National Aquatics Center),
Pasar Xin Xiuli (pasar tradisional di Beijing yang terdapat ratusan jenis
barang dengan merek-merek terkenal yang ada di Tiongkok maupun luar Tiongkok,
namun sebagian besar adalah barang tiruan yang mirip sekali dengan aslinya), dan Xidan Books building (toko buku terbesar kedua di Beijing, setelah
toko buku Xinhua Beijing). Selain itu, bertepatan
dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70, kami juga berkesempatan
untuk dapat mengikuti upacara 17 agustus dan serangkaian kegiatan di Kedutaan
Besar Republik Indonesia di Beijing. Disana kami dapat mengenal dan bertemu
dengan warga Indonesia yang tinggal di Beijing Sekilas mungkin kegiatan kami terlihat padat dan
melelahkan, tetapi manfaat yang kami peroleh jauh lebih banyak daripada rasa
lelah yang kita rasakan.
Berbicara
mengenai Beijing, tentu kita akan merasa penasaran bagaimanakah keadaan
lingkungan sekitarnya. Suasana musim panas di Beijing. Awalnya kami tentu
mengeluh dengan cuaca panas Beijing yang serasa di ubun, berkisar antara 30-40
derajat tanpa angin berhembus. Jika dibandingkan dengan Surabaya Indonesia yang
terkenal dengan hawa panasnya, disini jauh lebih panas karena matahari terasa seperti
langsung menembus kulit, maka tak heran orang-orang disini sering menggunakan
payung dan jaket-jaket tipis khas Beijing, yang terlihat seperti jas hujan di
negara kita. Kemudian, berbeda dengan orang-orang di Beijing yang sangat
memfavoritkan keberadaan tisu, kami orang-orang Indonesia adalah termasuk warga
negara yang sangat mencintai keberadaan kata “air”, bukan hanya sebagai
kebutuhan untuk minum tetapi juga sebuah media membersihkan diri yang favorit
bagi kami. Sebagian besar tempat-tempat di Beijing, bahkan hotel mewah
sekalipun tak lumrah menggunakan air sebagai media pembersih diri terutama
setelah buang air besar dan kecil. Mereka lebih asyik menggunakan tisu sebagai
medianya, tak heran air pun sangat jarang ditemui di kota ini sehingga keadaan
inilah yang memaksa kami mengikuti adat kebiasaannya. Disamping itu, keadaan
lain yang membuat kami belum terbiasa adalah makanannya. Jika biasanya kami
mempelajari di dalam buku-buku pelajaran kami yang mengatakan bahwa makanan
Beijing itu khas dengan rasa manis, maka itu benar adanya.Tetapi bukan rasa
manis itu yang kami khawatirkan, melainkan adat makan dan menu makanannya. Satu
pertanyaan yang selalu menjadi pikiran kami, apakah di Beijing nasi adalah
sebuah dessert/pencuci mulut? Pertanyaan
ini muncul dari sebagian besar pengalaman kami yang selalu mendapat penyajian
nasi yang selalu disajikan di akhir waktu makan, entah karena mereka lupa atau
memang seperti itu adat kebiasaanya, tapi bagi kami itu hal yang tak lumrah,
ditambah makanan Beijing yang kaya akan minyak, sajian seperti inilah yang
sering kita temui di setiap tempat. Bisa dibayangkan bagaimana rasa dari
perpaduan rasa manis dan minyak yang berlebih di dalam sebuah sayur yang
harusnya asin di lidah kita, maka tak akan habis jika diperdebatkan. Sebuah
pepatah cina mengatakan 不经一事,不长一智yang artinya kebijaksanaan datang dari pengalaman. Memang lidah setiap
daerah bahkan setiap negara adalah tak sama, maka kami pun harus memaklumi yang
demikian, jika tidak, maka hidup kitalah yang akan terancam.
“Beijing kami
datang dan kelak akan kembali”. Slogan seperti ini yang sering kami katakan
selama kami berada di Beijing. Mengenal adat istiadatnya, mengetahui
seluk-beluk lingkungannya, dan mengetahui sejarah dari setiap tempat-tempat
yang kami kunjungi membuat kami merasa sangat beruntung dan bahagia. Di samping
itu, disini kemampuan berbahasa Mandarin kami juga di asah, bukan hanya lewat
lisan, melainkan juga tulisan. Bagaimana tidak, sebelum dan sesudah
keberangkatan adalah kewajiban bagi kami untuk membuat sebuah essay tentang yang akan dan sudah
terjadi dalam kegiatan Summer Camp
2015 ini, juga tugas kelompok yang harus dikerjakan setiap dua hari sekali
selama kami berada di Beijing.
Kami berharap
di lain waktu, kalian juga dapat memperoleh kesempatan yang sama seperti kami. Mimpi
bukanlah mimpi, tapi juga do’a. Pesan dari kami, tekun dan rajinlah belajar dan
terus bersemangat, yakinlah bahwa sebuah mimpi pasti akan menjadi nyata di
kemudian hari selama kita bersungguh-sungguh mengejarnya, “人来许愿,上帝来安排” (manusia berharap, tuhan yang menentukan).
Ditulis oleh Farah Adibba (2012)
Tulisan ini bukan hanya karangan saya, melainkan juga saran dan masukan dari kawan2 seperjuangan saya di Beijing, Abdul wafi dan Amreta Milana. Semoga karya ini bermanfaat untuk semua.
BalasHapus