Suatu sore yang dingin di suatu warung kopi dekat saya tinggal di
Malang, saya dan seorang teman saya yang juga merupakan mahasiswa tingkat akhir
sastra Inggris Universitas Brawijaya berbincang tentang resolusi tahun 2013,
sambil nyruput kopi hitam saya berkata
“Tahun ngarep, mboh yo opo carane, opo tujuane, aku kudu nang Cino.”
Memang pada awalnya saya tidak punya pikiran sama sekali jikalau saya di Cina
bisa menimba ilmu seperti saat ini. Pintu menuju Cina mulai terbuka perlahan ketika saya diajak
oleh salah satu dosen untuk sekedar berlibur
dan jalan-jalan di Cina. Karena jujur pada dasarnya
saya bukanlah orang yang rajin, apalagi dalam hal belajar, bahkan bisa di
bilang selama masa perkuliahan ini waktu yang saya gunakan untuk belajar
sangatlah sedikit, namun memang saya sudah memiliki dasar-dasar berbahasa mandarin sejak saya kecil sehingga semester 1 sampai semester
4 dapat saya lalui hanya dengan sedikit kerja keras.
Beberapa saat setelah
merencanakan liburan dengan dosen dan pacar saya, saya menerima kabar bahwa
saya di daftarkan oleh teman saya untuk interview beasiswa belajar di Cina
selama 2 semester. Saya mengiyakan
tawaran tersebut dan berjalan mengikuti arus, karena
saya termasuk orang yang menerima apa adanya maka saya tidak terlalu ngebet untuk lulus interview. “kalau di terima ya syukur, kalau
tidak ya sudah, mungkin ada yang lebih baik”, begitu kataku dalam hati. Benar saja karena saat
itu dari UB yang di ambil hanya 1 orang dan ternyata orang itu bukan saya
melainkan teman yang mendaftarkan saya (baca: Taufik). Saat itu ada perasaan
sedikit kecewa karena dengan begini saya harus mulai mengumpulkan uang untuk
pergi berlibur ke Cina, tapi ada juga perasaan senang karena saya tidak harus
lama-lama berpisah dengan pacar saya (Baca: 乌琳) dan juga dengan teman-teman saya, baik yang di kampus maupun tempat
saya tinggal.
Tidak lama waktu berlalu, tiba-tiba ketika saya tengah bekerja saya mendapat telepon
dari seorang dosen yang notabene memang sangat ahli dalam urusan lobi melobi
(baca: Bu Nadia), beliau memberitahu saya bahwa saya masih mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan beasiswa yang dulu. Dan dengan keahliannya dalam melobi
seseorang beliau menyertakan nama Ketua Himaprodi sastra Cina periode
sebelumnya (baca: Moch. Sholeh) dan saya. Usut punya usut ternyata teman
yang mendaftarkan saya tadi terbentur oleh beasiswa dari kampus, sehingga dia mengurungkan
niatnya untuk berangkat, tidak tahu bagaimana caranya yang pasti saya dan ketua
Himaprodi sastra Cina periode sebelumnya ini ternyata sudah di daftarkan oleh
pihak Institut Konfusius dan sampailah saya disini. Begitulah
singkat cerita bagaimana akhirnya
saya bisa menimba ilmu di negeri tirai bambu.
Mungkin banyak diantara teman-teman yang mengatakan saya beruntung
ketika mengetahui kronologinya seperti itu, namun saya adalah salah satu orang
di dunia yang tidak percaya akan adanya keberuntungan, semua kejadian itu ada
sebab-akibat. Saya adalah seorang pemimpi yang realistis namun kurang
motivasi(baca: pemalas), namun kegiatan keseharian saya tidak pernah lepas dari
lingkup rohani, bagi saya Tuhan tidak pernah berhenti bekerja untuk saya
mengapa saya harus berhenti bekerja untuk Tuhan. Banyak sekali hal yang sudah
Tuhan lakukan untuk saya, mungkin kalau saya ceritakan disini akan panjang,
tapi yang perlu diingat adalah apapun agama dan kepercayaan kalian Tuhan tidak
pernah meninggalkan kalian. Berdoa dan percaya kepada-Nya adalah kunci dari
semua ini. Tidak pernah jauh dari Tuhan dan melakukan apa yang
diperintahkan-Nya menjadi senjata jitu untuk berperang dalam dunia yang semakin
gila ini. Tidak dapat di pungkiri bahwa pada akhirnya saya hanyalah manusia
biasa yang sering sekali melanggar perintah-perintahNya, namun toh Tuhan tidak
pernah berhenti menunjukkan kasihNya kepada umat manusia. Inti dari semua ini
adalah apapun agama dan kepercayaan kita jangan sekali-sekali menjauh dari
Tuhan, berdoa adalah salah satu sarananya.
“Jawaban Tuhan atas doa kita sebenarnya hanya ada tiga, pertama IYA,
kedua TIDAK SEKARANG dan yang ketiga ADA YANG LEBIH BAIK.” Kiranya kalimat
itulah yang saya jadikan pegangan dalam hidup saya selama ini. Mungkin bisa
dikatakan juga bahwa kalimat sederhana itu yang akhirnya mulai dapat melepaskan
simpul tali yang selama ini melilit membelenggu kehidupan saya. Tidak
berlebihan saya mengatakan demikian, karena faktanya masih banyak orang yang
terbelenggu oleh tali-tali yang sebenarnya fana tersebut yang membuat orang
sudah mampu bermimpi namun tidak kunjung memulai usaha untuk meraihnya.
Semoga secuil tulisan dari saya ini dapat
memotivasi teman-teman untuk terus mengejar semua mimpi-mimpinya. Buang
jauh-jauh sifat pemalas, mulailah bermimpi dan berusaha mewujudkannya, dan yang
terakhir titipkan semua mimpi-mimpimu pada Tuhan, biarkan Tuhan yang meridhoi
segala usaha kalian sehingga saat semua yang kalian impikan terwujud kalian
hanya bisa bersyukur dan menyadari bahwa kalian hebat. Salam hangat.
Liberatus Surya Rossario
15 Februari 2014 | Wenzhou, Zhejiang Province, China.
Komentar
Posting Komentar